28 Oktober 2017

Profil



H. Mahyudin, ST., MM:
“Tidak Ada Pesta yang Tidak Berakhir”

            Alkisah di negeri Mesir, seorang raja bermimpi menemukan 7 tangkai padi yang penuh berisi dan kemudian menemukan lagi 7 tangkai padi yang hampa tanpa isi. Sang raja menyerukan kepada hulu balangnya untuk mencarikan seorang penafsir mimpi. Setelah di cari ke sana ke mari, ditemukanlah seorang pemuda bernama Yusuf yang sedang di penjara untuk dibawa ke istana.
            Kepada sang raja, pemuda bernama Yusuf ini menafsirkan bahwa mimpi raja itu berarti negeri Mesir selama 7 tahun berturut-turut akan mengalami kemakmuran yang luar biasa tapi 7 tahun kemudian akan mengalami paceklik yang luar biasa. Maka itu sang raja pun secara bijak mengelola kemakmuran selama 7 tahun untuk dapat bertahan pada saat 7 tahun mengalami kemiskinan. Pemuda tadi, yang belakangan diketahui sebagai Nabi Yusuf, akhirnya diserahi tugas sebagai Menteri Pangan. Negeri itu pun lolos dari kelaparan.
            Kisah ini tidak dituturkan oleh seorang ustad atau kyai, tetapi disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI H. Mahyudin, ST., MM. Mantan Ketua DPP Golkar bidang Organisasi ini juga tidak sedang berdakwah, melainkan tengah mendiskusikan soal pengembangan sumber daya alam (SDA) Indonesia dari perspektif agamis. “Itu al-Qur’an lho yang mengajari, bukan saya,” kata pimpinan MPR berusia 44 tahun ini.

            Benang merah dari kisah yang dinukilkan oleh legislator dari daerah pemilihan Kalimantan Timur ini adalah pentingnya berhemat alias menjauhi gaya hidup foya-foya. Ketika makmur, harus ingat saat miskin. “Karena tidak ada pesta yang tidak berakhir,” ujarnya sarat makna.
            Dalam konteks kenegaraan, mantan anggota Komisi I DPR RI ini mengingatkan bahwa tidak selamanya negara akan mengalami kemakmuran. Makanya ketika sebuah negara mengalami kemakmuran, mereka harus berpikir bahwa satu saat mereka mengalami kekurangan. “Termasuk Indonesia. Tidak selamanya Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA). Apalagi sumber daya alam yang berbasis fosil, itu pasti habis,” ujarnya.
Oleh sebab itu, dia menyarankan untuk segera dipikirkan langkah-langkah ke depan. Misalnya bagaimana mengatasi apabila sumber daya minyak atau batubara di Indonesia habis. “Itulah makanya Indonesia ke depan harus bisa membangun sumber daya manusia (SDM) yang memiliki daya saing. Itu kuncinya,” katanya mengingatkan.
Dia juga menceritakan, ketika harga batubara selama puluhan tahun naik, banyak pengusaha yang kaya raya. Tetapi begitu harganya anjlok, mereka bangkrut semua. Itu menunjukkan bahwa usaha penambangan batubara ini tidak dikelola dengan manajemen yang baik. “Dan ini juga berlaku bagi pemerintah dalam mengelola sumber daya alam,” ujarnya sembari menukil sebait ayat Qur’an yang artinya “janganlah menjadi orang yang merugi.” (Hasyim)

Tidak ada komentar: