“Ikan Gurame Bakar, Ternyata Boljug”
Selama lebih dari satu bulan terakhir ini, hampir semua pegawai atau pekerja di DKI Jakarta dan sekitarnya merasakan apa yang namanya bekerja dari rumah atau Work from Home (WfH). Jadi bekerjanya dari rumah saja. Tidak usah ke kantor. Ini sebagai kebijakan pencegahan atas mewabahnya Corona Virusdiesase atau (Covid-19).
Pada awalnya, WfH tentu sangat menyenangkan. Tidak usah capek-capek ke kantor. Tidak perlu bermacet-macet ria di jalanan dan buang-buang waktu serta tenaga. Uang juga. Pokoknya asyik. Sebab dengan WfH tubuh menjadi lebih segar, waktu lebih luang, tenaga lebih hemat dan yang pasti pengeluaran uang juga lebih efisien.
Pada pekan pertama dan kedua, WfH masih mengasyikan. Memasuki pekan ketiga dan keempat mulai terasa membosankan. Mood bekerja semakin sulit didapatkan. Bawaannya pengin selalu merebahkan diri yang berujung ketiduran dibanding baca-baca artikel untuk mengisi waktu luang layaknya di kantor.
Dan kebosanan itu terasa lebih memuncak saat memasuki bulan Ramadhan 1441 H/2020 M. Bukan saja karena semua aktivitas harus dilaksanakan di rumah—yang mengakibatkan kebosanan semakin meningkat, melainkan juga pada Ramadhan kali ini tidak ada lagi momentum berbuka puasa bersama di luar rumah.
Dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan Pemerintah Kota Depok sejak pertengahan April 2020, semua rumah makan dilarang menyajikan makanan di tempat atau dine in tetapi harus take away alias dibungkus. Alhasil acara buka puasa di luar rumah untuk Ramadhan kali ini tidak bisa ditunaikan.
Padahal acara buka puasa di luar rumah merupakan aktivitas yang menyenangkan. Buka puasa bersama keluarga di luar rumah adalah momentum yang sangat berharga di bulan Ramadhan. Tidak hanya menikmati makanannya—yang selalu terasa lezat setelah berpuasa seharian, tetapi yang tak kalah penting adalah menikmati kebersamaan.
Nah, untuk mengusir kejenuhan di rumah sekaligus juga menghangatkan kebersamaan saat berbuka puasa, ide mama’e untuk bakar ikan gurame di rumah ternyata boleh juga alias boljug. Pas akhir pekan, sehabis makan sahur dan tidur untuk babak yang kedua, dimulailah hunting ikan gurame di Pasar Pucung—pasar tradisional di dekat kami tinggal.
Tak sulit untuk mencari ikan gurame, harganya pun relatif terjangkau. Usai mengatungi hasil buruan, istri langsung menyisik kulit ikan dan menyimpannya di dalam freezer begitu sampai di rumah. Ikan inilah yang bakal menjadi menu berbuka puasa layaknya berbuka puasa di rumah makan seafood di bilangan Depok II yang merupakan langganan kami.
Selepas waktu Ashar, mulailah membuat bara api. Agak sulit, tetapi dengan pengalaman barbeque pada malam Tahun Baru maka tugas itu bisa dilaksanakan. Bara api mulai berkobar. Ikan gurame yang sudah diolah dan dibersihkan lantas ditidurkan di atas perapian. Tak terasa, diselingi ngobrol dan membolak-balikkan ikan gurame sambil dikipasi, ternyata matang juga ikannya.
Dan, wangi ikan gurame bakar yang meruap di pekarangan rumah hingga ke lantai atas—tempat anak-anak berkumpul—semakin menggugah selera makan. Anak-anak pun turun. Selekas kemudian terdengar Adzan Maghrib. Alhamdulillah, Allahumma laka shumtu, wa bika amantu, wa’ala rizkika aftortu, birohmatika ya arhamar rahimin..
Sikaaattt!!***