22 November 2014

Profil

 


Ketua MPR RI DR. H. Zulkifli Hasan, SE., MM.:

Agenda MPR adalah Politik Kebangsaan

        Begitu dilantik sebagai Ketua MPR RI Periode 2014-2019 pada Rabu dinihari 8 Oktober 2014 silam, publik—setidaknya pendukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang dimotori oleh PDIP, PKB, PPP, Nasdem, Hanura dan sebagian anggota DPD—langsung curiga bahwa DR. H. Zulkifli Hasan, SE., MM. akan bersikap partisan dalam memimpin lembaga permusyawaratan itu. Kecurigaan itu wajar, sebab mantan Menteri Kehutanan ini diusung oleh Koalisi Merah Putih (KMP) yang digawangi oleh Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS, yang merupakan rival KIH.
Namun, perlahan tapi pasti, pria kelahiran Panengahan Lampung 17 Mei 1962 ini mampu mengikis kecurigaan kubu KIH. Dia, bersama empat wakilnya yakni Mahyudin (Golkar), EE Mangindaan (Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan Oesman Sapta Odang (DPD) rajin melakukan komunikasi dan silaturahmi yang intensif kepada para sesepuh dan ketua umum partai untuk menjadikan suasana politik menjadi lebih sejuk.
Untuk keperluan itu, suami dari Ny. Soraya dan ayah dari Anjani Zita, Futri Zulya Savitri, M Farras Nugraha dan M Rafi Haikal ini bahkan harus rela bertugas menjadi kurir: mengantarkan sendiri undangan Pelantikan Presiden dan Wapres RI Periode 2014-2019 kepada para sesepuh dan petinggi partai. Hasilnya: Pelantikan Presiden Ir. Joko Widodo dan Wapres HM. Jusuf Kalla pada Sidang Paripurna MPR tanggal 20 Oktober 2014 berjalan dengan baik dan lancar.
    “MPR itu yang paling penting politiknya harus politik kebangsaan, based national interest, untuk kepentingan bangsa dan kepentingan negara. Jadi walaupun tadinya ada KMP dan KIH, ada Paket A dan Paket B, saya kira itu sekarang sudah selesai,” demikian argumentasi yang disampaikan oleh besan mantan Ketua MPR Amien Rais ini.
        Bang Zul, demikian dia akrab disapa, menyadari bahwa dirinya terpilih sebagai ketua MPR di tengah konstelasi politik yang sarat konflik diametral antara KIH dan KMP. Atas kesadaran itu pula dia tak jumawa ketika dinyatakan menang. Dengan rendah hati dia datangi Puan Maharani yang menjadi simbol kekuasaan PDIP di parlemen, serta menyalami satu-persatu anggota MPR dari KIH.
     Bahkan dalam sambutan pertamanya, politisi PAN ini dengan tegas menyudahi perseteruan antara KMP dan KIH. “Mulai hari ini tidak ada lagi Paket A (Koalisi Indonesia Hebat) dan Paket B (Koalisi Merah Putih). Yang ada hanyalah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya menegaskan.
   Dan itu benar-benar dilaksanakan oleh putra dari pasangan Hasan dan Siti Zaenab ini. Selain mensukseskan acara pelantikan Presiden dan Wapres RI Periode 2014-2019, pria yang mengenyam pendidikan Sarjana Ekonomi di Universitas Krisnadwipayana dan Magister di Sekolah Tinggi Manajemen PPM ini juga aktif mendorong perdamaian antara KIH dan KMP dalam pengisian Alat-alat Kelengkapan di DPR.
    Mantan Sekjen DPP PAN ini berpendapat, konflik yang berlarut-larut antara KIH dan KMP dalam pengisian alat-alat kelengkapan DPR hanya akan merugikan rakyat. “Karena ini mengakibatkan proses-proses kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi mandek. Bayangkan saja kalau DPR gak rapat-rapat, pemerintah harus bagaimana? Apa kata rakyat? Kita khawatir kalau konflik itu dibiarkan akan menjadi konflik ketatanegaraan. Makanya kita ambil inisiatif untuk menyelesaikan,” ujarnya.
    Tak heran jika PAN yang dipimpin langsung oleh ketumnya, HM Hatta Rajasa, berinisiatif mempertemukan para jururunding dari KIH dan KMP di kediamannya. Dan pertemuan itu dilangsungkan beberapa kali. Melelahkan, tetapi dengan begitu maka kompromi bisa dicapai.
    Seperti yang diumumkan kepada wartawan di Gedung Nusantara IV DPR, pertengahan November 2014, Ketua Umum DPP PAN HM Hatta Rajasa menjelaskan bahwa KIH dan KMP sepakat menandatangani lima butir kesepakatan. Penandatanganan kesepakatan itu dari KMP diwakili Hatta Rajasa dan Sekjen Golkar Idrus Marham, sedangkan dari KIH diwakili politisi PDIP Pramono Anung dan Olly Dondokambey.
    Kesepakatan itu tertuang dalam tiga berkas butir-butir Kesepakatan Bersama KMP dan KIH sebagai berikut:
1. Bersepakat dan setuju untuk segera mengisi penuh anggota Fraksi pada 11 komisi, empat badan dan satu Majelis Kehormatan Dewan sehingga secara kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat segera bekerja sesuai fungsi fungsinya secara optimal;
2. Bersepakat dan setuju dalam rangka mengantisipasi beban kerja dan dinamika ke depan serta menyesuaikan dengan penambahan dan perubahan nomenklatur Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (2014-2019), maka perlu untuk melakukan penambahan jumlah 1 (satu) wakil ketua pada 16 (enam belas) AKD (seperti yang dimaksud pada angka 2 di atas) melalui perubahan pasal yang terkait dengan komposisi Pimpinan Komisi, Pimpinan Badan dan Pimpinan MKD dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD,-red) dan Perubahan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib DPR RI;
3. Bersepakat untuk segera mengisi Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan yang masih tersedia (Badan Anggaran dan Badan Urusan Rumah Tangga) dan penambahan wakil ketua pada 3 (tiga) AKD yang ditentukan secara musyawarah mufakat serta menambah 1 (satu) Wakil Ketua pada setiap komisi. Badan dan MKD sebagai konsekuensi dan perubahan UU Tentang MD3 tanpa mengubah komposisi pimpinan yang sudah ada sebelumnya;
4. Bersepakat dan setuju melakukan perubahan ketentuan terhadap  Pasal 74 Ayat (3), ayat (4), ayat (5). dan ayat (6) serta pasal 98 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta ketentuan Pasal 60 ayat (2) ayat (3) dan ayat (4) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib untuk dihapus, karena pasal-pasal tersebut secara substansi sudah diatur pada pasal 79 pasal 194 sampai dengan pasal 227 Undang-undang MD3 Nomor 17 Tahun 2014;
5. Bersepakat dan setuju bahwa hal-hal teknis terkait dengan pelaksanaan kesepakatan ini dituangkan dalam kesepakatan Pimpinan Fraksi dan Koalisi Merah Putih dan Pimpinan Fraksi dari Koalisi Indonesia Hebat yang diketahui oleh Pimpinan DPR RI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan kesepakatan ini.
        Berkat kesepakatan itu pula, Rapat Paripurna DPR RI yang sebelumnya hanya diisi anggota DPR dari KMP—karena KIH memilih membuat rapat paripurna tandingan—akhirnya mau bergabung dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh pimpinan DPR yang sah. Proses pengajuan nama-nama untuk alat-alat kelengkapan pun tidak lagi mandek alias berjalan sesuai dengan harapan.
    Dalam konteks ini, Zulkifli Hasan yang juga merupakan salah satu jururunding dari KMP berterima kasih kepada para ketua umum partai yang telah bersikap sebagai negarawan. “Kita bersyukur karena para ketua-ketua umum partai itu telah bersikap sebagai negarawan, di mana kalau sudah pada sampai satu titik kepetingan bangsa, itu segera bersepakat. Dan itulah yang terjadi dalam proses mendamaikan kedua kubu itu,” ujar peraih Bintang Jasa Mahaputra Adipradana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
    Tokoh Perubahan 2010 versi Republika ini mengaku tidak mempermasalahkan adanya revisi UUD MD3 demi menggolkan kesepakatan tersebut. “Karena (yang direvisi) itu kan soal kewenangan (pengawasan) yang melekat ke anggota, bukan komisi. Komisi itu kan alat kelengkapan, jadi (pengawasan melalui interpelasi, angket dan menyatakan pendapat) itu hak anggota bukan hak komisi. Jadi sudah betul kalau dikembalikan kepada anggota,” ujar penyabet Kadarman Award 2007 dari Strategic Change Leaders tersebut.
Ditambahkan oleh peraih Lifetime Achievement Award, Indonesia Green Award dari The La Tofi School of CSR ini, dalam proses negosiasi harus ada yang memberi ataupun menerima, begitu juga sebaliknya. Itulah sebabnya peraih Tiger Champion Phantera dan Bhumandala Award 2014 dari Badan Informasi Geospasial ini tidak mau jika disebutkan bahwa KMP mengalah kepada KIH. “Oh tidak ada kalah-mengalahkan di sini,” katanya.
Mantan Ketua Fraksi PAN DPR RI (2004-2009) ini meyakini, segala sesuatu pasti akan ada jalannya jika mau berusaha. Pun begitu dalam konteks menyelesaikan konflik antara KIH dan KMP. Dengan ikhtiar mau berkomunikasi dengan siapapun komponen bangsa, mantan Presdir PT Panamas Mitra Inti Lestari ini senantiasa yakin bahwa kebuntuan macam apapun akan dapat ditembus. 
    “Memang sulit untuk membuat perbedaan pendapat menjadi satu pendapat. Tapi dengan komunikasi minimal akan diperoleh satu kesepahaman dulu,” demikian pungkas Pelindung Yayasan AL Husna Jakarta dan Ketua Yayasan Insan Cendikia Kalianda, Lampung, Indonesia ini.***

Tidak ada komentar: